Dalam momen-momen penting, peran guru menjadi sangat krusial dalam membangun kembali peradaban. Ketika Jepang hancur akibat bom atom tahun 1945, Kaisar Hirohito tidak langsung memfokuskan upaya pada infrastruktur atau militer. Sebaliknya, ia memerintahkan pengumpulan para guru yang tersisa.
Kaisar memahami, guru adalah kunci membangun bangsa. Mereka membawa obor pengetahuan, menyalurkan harapan, dan mendorong perubahan menuju masa depan lebih cerah.
Tokoh-tokoh sukses di seluruh dunia sepakat bahwa guru berperan besar dalam keberhasilan mereka. Guru bukan sekadar pengajar; mereka adalah arsitek kemajuan, pembentuk karakter, dan penggerak peradaban. Maka, kita dapat belajar dari Jepang: menghargai guru adalah investasi strategis untuk masa depan bangsa.
Guru: Lebih dari Sebuah Profesi
Kata “guru” berasal dari bahasa Sansekerta, berarti seseorang yang memiliki ilmu, kearifan, dan wewenang untuk membimbing. Profesi ini bukan sekadar pekerjaan, tetapi sebuah panggilan mulia untuk mendidik generasi penerus.
Penelitian mendukung pentingnya peran guru. Studi Mourshed, Chijioke & Barber (2010) di AS menunjukkan bahwa 53% keberhasilan siswa ditentukan oleh guru. Di New Zealand, penelitian John Hattie (2008) mencatat angka lebih tinggi, 58%. Sementara di Indonesia, penelitian Pujiastuti, Raharjo & Widodo (2012) mencatat kontribusi 54,5% kompetensi guru terhadap hasil belajar siswa.
Guru yang kompeten mengatasi lebih dari setengah tantangan dunia pendidikan. Inovasi pembelajaran yang diterapkan guru, seperti dijelaskan Abu-Duhou (1999), dapat meningkatkan pemahaman siswa dan motivasi belajar, sehingga hasil belajar pun meningkat.
Belajar dari Negara-Negara Maju
Thomas Friedman (2013) menemukan bahwa keberhasilan pendidikan di Shanghai dipicu oleh lima faktor utama, termasuk fokus pada pengembangan guru. Finlandia menjadi contoh lain; profesi guru dihargai setara dengan dokter, dan hanya lulusan terbaik yang diterima menjadi guru.
Indonesia juga memiliki konsep kuat tentang peran guru, seperti yang diajarkan Ki Hajar Dewantara. Filosofi “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” mengajarkan bahwa guru harus menjadi teladan, pendorong inisiatif, dan pendukung siswa. Dalam budaya Jawa, guru dianggap “digugu lan ditiru” — dipercaya dan diteladani.
Namun, tantangan masih ada. Meskipun Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 telah menetapkan standar profesionalisme guru, pengakuan dan kesejahteraan mereka perlu ditingkatkan.
Guru: Pilar Masa Depan Bangsa
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga membentuk generasi penerus, membangun karakter, dan menanamkan nilai-nilai mulia. Menghargai guru berarti memperkokoh fondasi bangsa. Sebuah bangsa yang menghormati gurunya akan menuai masa depan yang gemilang.
Leave a Reply